Sabtu, 28 Februari 2015

Dosen kuliah umum lingkungan bisnis Amikom

Berikut adalah dosen yang mengisi kuliah umum lingkungan bisnis di Amikom tahun 2015

Lingkungan Pendidikan -> Prof .Dr.Ki Supriyoko.
Pendidikan Doktor beliau (S3)  tahun 1989 di IKIP Jakarta.

Lingkungan Hukum -> Dr. Mudzakkir.
Beliau adalah Guru Besar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia.Beliau sangat sering diminta pendapatnya atau menjadi saksi ahli atau yang lain sebagainya dalam banyak kasus yang ada di Indonesia.Jika sobat ingin melihat kasus apa saja, ketik saja di Google dengan kata kunci Dr. Mudzakkir.

Lingkungan Teknologi -> Prof. Ir.Dr. Sukandarrumidi, M,Sc.,Phd
Gelar insinyur beliau didapat pada tahun 1970 di Universitas Gadjah Mada - geologi.
Gelar M,Sc., beliau didapat pada tahun 1986 di University of Wales - geology.
Gelar Ph.D., beliau didapat pada tahun 1989 di University of Wales - geology.

Lingkungan Ekologi -> Prof. Dr. HR Wasito, M,Sc., Phd.
Beliau pernah menjabat sebagai Dirjen Produksi Peternakan Depatemen Pertanian Indonesia.Beliau kaya akan prestasi yang tidak dapat saya tuliskan satu per satu disini.

Lingkungan Bahasa -> Prof. Dr.Hj. Siti Chamamah Soeratno
Beliau adalah peneliti kesusastraan Melayu di Indonesia dengan hasil disertasi "Hikayat Iskandar Zulkarnain: Suntingan Teks dan Analisis Resepsi tahun 1988.Pendidikan Strata 1 beliau didapat dari Fakultas Sastra UGM.Pendidikan S2 beliau didapat dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial di Perancis dan beliau mendapat gelar S3 di UGM.Beliau juga menceritakan kepada kami bahwa kemarin beliau dipercaya Pak Presiden SBY sebagai pembicara tentang Pendidikan di Indonesia pada forum PBB.

Lingkungan Sosial Budaya -> Prof. Dr. M. Suyanto, MM
Beliau adalah inspirasi saya semenjak saya kuliah di Amikom Yogyakarta. Beliau membuka wawasan saya tentang enterpreneur pada keterbatasan ekonomi dan memberikan contoh nyata yaitu Amikom itu sendiri. Riwayat pendidikan beliau FMIPA Fisika UGM - lulus 1987  Magister Manajemen UGM - lulus 1993 PhD In Management (IOWA USA - 1998) Doktor Ilmu Ekonomi Univ.Airlangga - lulus 2007.

Lingkungan Ekonomi -> Dr. Abidarin Rosidi, M.Ma 
Beliau menjabat sebagai Direktur Pascasarjana di STMIK Amikom Yogyakarta.Gelar Drs (S1) beliau didapat dari Universitas Islam indonesia tahun 1982. Gelar M.Ma beliau didapat dari Institut Pertanian Bogor tahun 1993. Gelar Dr (S3) beliau didapat dari Universitas Brawijaya pada tahun 2005

Saya mohon maaf jika ada salah penulisan dan mohon untuk mengomentari hal yang salah tersebut.Terimakasih.

Referensi :
http://bppndik.tripod.com/priyoko.htm
http://melayuonline.com/ind/researcher/dig/22/prof-dr-hj-siti-chamamah-soeratno
http://dosen.amikom.ac.id/index.php/profil/M.%20Suyanto,%20Prof.%20Dr,%20M.M.
http://www.profildosen.com/detail/0521125501.html

Baca juga :

Tugas lingkungan bisnis Amikom.

About kuliah lingkungan bisnis Amikom.

Language is key. Ini prinsipnya!

Read more…

Jumat, 27 Februari 2015

Tugas lingkungan bisnis Amikom

Ketentuan tugas mata kuliah lingkungan bisnis Amikom :




Tambahan sedikit dari saya, jika anda mempunyai blog yang telah menghasilkan uang maka sebaiknya gunakan itu.Karena akan ada penilaian lebihnya :).

Read more…

Kamis, 26 Februari 2015

Tentang Lingkungan Bisnis STMIK Amikom

Lingkungan Bisnis di Stmik Amikom Yogyakarta adalah mata kuliah wajib pada awal semester 2. Kuliah umum ini sangat menarik karena semua pematerinya adalah professor-professor yang ada di Yogyakarta.Kuliah ini agak berbeda dengan kuliah biasanya karena :

1. Tidak boleh terlambat. Keterlambatan mahasiswa ketika Professor telah masuk ruangan kelas sebenarnya masih ada toleransi jika memang anda mempunyai alasan yang tepat akan tetapi anda tidak akan diizinkan malakukan presensi (Dari pengalaman saya).

2. Harus memakai dasi untuk laki-laki. Jadi jika anda lupa membawa dasi atau tidak memakainya anda tidak akan diizinkan masuk ruangan kelas.

3. Kelompok.Jika pada kuliah biasa dibagi dengan kelas maka pada kuliah umum dibagi kelompok. Satu kelompok adalah gabungan dari 3 kelas (bisa lebih atau kurang/ relatif).

4. Ruangan. Pada kuliah umum ini ruangganya di Ruang Citra 1 dan Ruang Citra 2.

Materi kuliah lingkungan bisnis dibagi menjadi :

- Lingkungan Pendidikan
- Lingkungan Hukum
- Lingkungan Teknologi
- Lingkungan Ekologi
- Lingkungan Bahasa 
- Lingkungan Sosial Budaya
- Lingkungan Ekonomi


Baca juga :

Daftar prof yang mengisi di kuliah Lingkungan Bisnis Amikom.

Read more…

Prinsip dalam berbahasa atau berkomunikasi












Bahasa itu melambangkan sesuatu.Bahasa yang baik melambangkan bahwa kita orang yang berkualitas.Berikut prinsip yang harus kita pertimbangkan dalam berbahasa atau berkomunikasi.

1. Santun.
2. Menarik.
3. Efektivitas bahasa.
4. Kompetensi komunikatif.
5. Pengundang yang efektif.
6. Kerja sama 2 pihak.

Penjelasan;
- Santun yaitu menggunakan kata-kata yang tegas tapi punya etika.
- Menarik adalah menggunakan kata-kata yang mempunyai daya tarik.
- Efektivitas bahasa yaitu penggunaan kata dan sikap yang tepat sasaran.
- Kompetensi Komunikatif ialah cara menyampaikan yang komunikatif.
- Pengundang yang efektif yakni cara penyampaian yang menarik banyak orang. Contoh iklan televisi.
- Kerja sama 2 pihak yaitu terjalinnya hubungan antara komunikator dan komunikan.

Materi ini saya dapat dari Prof. Dr. Hj. Siti Chamamah Soeratno pada saat kuliah Lingkungan Bahasa di STMIK AMIKOM YOGYAKARTA.Betapa saya menikmati mata kuliah Lingkungan Bisnis itu karena diisi oleh Prof dan Guru Besar yang ada di Yogyakarta.

Baca juga artikel lainnya
-  Keindahan Hukum di zaman Umar Ibn Khattab r.a.
-  Tips tidak terlambat kuliah pagi.

Read more…

Kamis, 19 Februari 2015

KEINDAHAN HUKUM DI ZAMAN UMAR BIN KHATAB RADIALLAHUANHUM [KISAH]

Hy gaess, welcome to my blog :)

Izinkan saya menyajikan sebuah kisah keagungan dan keindahan hukum Islam di zaman Umar ibn Al-Khattab (radiAllahu anhu). Berikut ceritanya 


Umar sedang duduk beralas surban di bebayang pohon kurma dekat Masjid Nabawi. Sahabat di sekelilingnya bersyura' bahas aneka soal. Tiga orang pemuda datang menghadap; dua bersaudara berwajah marah yang mengapit pemuda lusuh yang tertunduk dalam belengguan mereka.

“Tegakkan keadilan untuk kami, hai Amirul Mukminin,” ujar seorang. “Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatannya!”

Umar bangkit. “Bertakwalah kepada Allah,” serunya pada semua. “Benarkah engkau membunuh ayah mereka wahai anak muda?” selidiknya.

Pemuda itu menunduk sesal. “Benar wahai Amirul Mukminin!” jawabnya ksatria. “Ceritakanlah pada kami kejadiannya!” tukas Umar.

“Aku datang dari pedalaman yang jauh, kaumku memercayakan berbagai urusan muamalah untuk kuselesaikan di kota ini,” ungkapnya. “Saat sampai,” lanjutnya, “kutambatkan untaku di satu tunggul kurma, lalu kutinggalkan ia. Begitu kembali, aku terkejut dan terpana. Tampak olehku seorang lelaki tua sedang menyembelih untaku di lahan kebunnya yang tampak rusak terinjak dan ragas-rigis tanamannya. Sungguh aku sangat marah dan dengan murka kucabut pedang hingga terbunuhlah si bapak itu. Dialah rupanya ayah kedua saudaraku ini.”

“Wahai, Amirul Mukminin,” ujar seorang penggugat, “kau telah mendengar pengakuannya, dan kami bisa hadirkan banyak saksi untuk itu.”

“Tegakkanlah had Allah atasnya!” timpal yang lain. Umar galau dan bimbang setelah mendengar lebih jauh kisah pemuda terdakwa itu. “Sesungguhnya yang kalian tuntut ini pemuda shalih lagi baik budinya,” ujar Umar, “dia membunuh ayah kalian karena khilaf kemarahan sesaat.”

“Izinkan aku,” ujar Umar, “meminta kalian berdua untuk memaafkannya dan akulah yang akan membayarkan diyat atas kematian ayahmu.”

“Maaf Amirul Mukminin,” sergah kedua pemuda dengan mata masih menyala merah; sedih dan marah, “kami sangat menyayangi ayah kami. Bahkan andai harta sepenuh bumi dikumpulkan untuk membuat kami kaya,” ujar salah satu, “hati kami hanya akan ridha jika jiwa dibalas dengan jiwa!”

Umar yang tumbuh simpati pada terdakwa yang dinilainya amanah, jujur, dan bertanggung jawab; tetap kehabisan akal yakinkan penggugat.

“Wahai Amirul Mukminin,” ujar pemuda tergugat itu dengan anggun dan gagah, “tegakkanlah hukum Allah, laksanakanlah qishash atasku. Aku ridha kepada ketentuan Allah,” lanjutnya, “hanya saja izinkan aku menunaikan semua amanah dan kewajiban yang tertanggung ini.”

“Apa maksudmu?” tanya hadirin. “Urusan muamalah kaumku,” ujar pemuda itu, “berilah aku tangguh 3 hari untuk selesaikan semua. Aku berjanji dengan nama Allah yang menetapkan qishash dalam Al-Qur`an, aku akan kembali 3 hari dari sekarang untuk menyerahkan jiwaku.”

“Mana bisa begitu!” teriak penggugat. “Nak,” ujar Umar, “tak punyakah kau kerabat dan kenalan yang bisa kaulimpahi urusan ini?”

“Sayangnya tidak Amirul Mukminin. Dan bagaimana pendapatmu jika kematianku masih menanggung utang dan tanggungan amanah lain?”

“Baik,” sahut Umar, “aku memberimu tangguh 3 hari, tapi harus ada seseorang yang menjaminmu bahwa kau akan menepati janji untuk kembali.”

“Aku tidak memiliki seorang kerabat pun di sini Hanya Allah, hanya Allah, yang jadi penjaminku wahai orang-orang yang beriman kepada-Nya,” rajuknya.

“Harus orang yang menjaminnya!” ujar penggugat, “andai pemuda ini ingkar janji, siapa yang akan gantikan tempatnya untuk diqishash?”

“Jadikan aku penjaminnya, hai Amirul Mukminin!” sebuah suara berat dan berwibawa menyeruak dari arah hadirin. Itu Salman Al-Farisi.

“Salman?” hardik Umar, “Demi Allah engkau belum mengenalnya! Demi Allah jangan main-main dengan urusan ini! Cabut kesediaanmu!”

“Pengenalanku kepadanya, tak beda dengan pengenalanmu ya Umar,” ujar Salman, “aku percaya kepadanya sebagaimana engkau memercayainya.”

Dengan berat hati, Umar melepas pemuda itu dan menerima penjaminan yang dilakukan oleh Salman baginya. Tiga hari berlalu sudah. Detik-detik menjelang eksekusi begitu menegangkan. Pemuda itu belum muncul. Umar gelisah mondar-mandir. Penggugat mendecak kecewa. Semua hadirin sangat mengkhawatirkan Salman. Sahabat perantau negeri; pengembara iman itu mulia dan tercinta di hati Rasul dan sahabatnya

Mentari di hari batas nyaris terbenam; Salman dengan tentang dan tawakkal melangkah siap ke tempat qishash. Isak pilu tertahan. Tetapi sesosok bayang berlari terengah dalam temaram; terseok, terjerembab, lalu bangkit dan nyaris merangkak. “Itu dia!” pekik Umar.

Pemuda itu dengan tubuh berkuah peluh dan napas putus-putus ambruk di pangkuan Umar. “Maafkan aku,” ujarnya, “hampir terlambat. Urusan kaumku memakan banyak waktu. Kupacu tungganganku tanpa henti hingga ia sekarat di gurun dan terpaksa kutinggalkan, lalu kuberlari.”

“Demi Allah,” ujar Umar sambil menenangkan dan meminumi, “bukankah engkau bisa lari dari hukuman ini? Mengapa susah payah kembali?”

“Supaya jangan sampai ada yang mengatakan,” ujar terdakwa itu dalam senyum, “di kalangan Muslimin tak ada lagi ksatria tepat janji.”

“Lalu kau, hai Salman,” ujar Umar berkaca-kaca, “mengapa mau-maunya kau jadi penjamin seseorang yang tak kaukenal sama sekali?”

“Agar jangan sampai dikatakan,” jawab Salman teguh, “di kalangan Muslimin tak ada lagi saling percaya dan menanggung beban saudara.”

“Allahu Akbar!” pekik dua pemuda penggugat sambil memeluk terdakwanya, “Allah dan kaum Muslimin jadi saksi bahwa kami memaafkannya.”

“Kalian,” kata Umar makin haru, “apa maksudnya? Jadi kalian memaafkannya? Jadi dia tak jadi diqishash? Allahu Akbar! Mengapa?”

“Agar jangan ada yang merasa,” sahut keduanya masih terisak, “di kalangan kaum Muslimin tak ada lagi kemaafan dan kasih sayang.”

Demikian Shalihin-Shalihat kisah kasus hukum di zaman Umar. Moga hikmah bisa terambil.

*Kisah diambil dari buku 'Menyimak Kicau Merajut Makna' by Salim A Fillah dan dicopy dari fandspage facebook Remaja Muslim Keren Abis

Read more…